Sabtu, 29 Agustus 2015

Warisan Geologi Kaldera Toba

Warisan geologi merupakan dasar dari pengembangan Taman Bumi (Geopark), yang mana Danau Toba merupakan warisan geologi dari Kawasan Kaldera Toba yang merupakan kaldera sangat besar dengan ukuran 30 hingga 100 km. Tinggi reliefnya mencapai 1.700 meter dan kaldera ini terbentuk dalam beberapa letusan.

Pengukuran endapan-endapan vulkanik beraupa tuf di sekitar Danau Toba menunjukkan bahwa Gunung api Toba ternyata telah meletus beberapa kali. Paling tua di ketahui dari Tuf Dasit Haranggaol 1,2 juta tahun lalu (Chesner dkk, 1991), kemudian terjadi juga letusan pada 840.000 tahun yang lalu (Diehl dkk, 1987), 501.000 tahun yang lalu (Chesner dkk, 1991), dan letusan terbesar adalah yang terjadi pada 74.000 tahun yang lalu. Berdasarkan umur letusannya, Chesner dkk (1991) memperkirakan daur letusan besar terjadi setiap 340.000 sampai 430.000 tahun sekali. 

Ilustrasi Kedahsyatan Letusan Gunung Toba

Tiga letusan/erupsi gunung api terbesar di dunia pada zaman prasejarah maupun sejarah terjadi di Indonesia, yaitu erupsi Mega – Kolosal Toba 74.000 tahun yang lalu, erupsi Tambora 1815 M, dan erupsi Krakatau 1883 M. Letusan Tambora melontarkan materaial sebanyak 160 km3, menewaskan 91.000 orang. Letusan Krakatau melontarkan material 18 km3, menewaskan 36.000 orang terutama akibat tsunami yang dibangkitkan oleh material susulan. Sementara Toba jauh di atas itu, yang melontarkan  2.800 km3 material dan mungkin menewaskan 90% penduduk bumi saat itu (Ambrose, 1998). 

Untuk mengukur kekuatan ledakan gunung api, para ahli gunung api telah mengembangkan parameter VEI, Volcanic Explosivity Index. Dari kriteria tersebut, maka erupsi Krakatau 1883 M berada pada VEI = 6 (paroxysmal), Tambora 74.000 tahun yang lalu pada VEI = 8(megacolosal). Berdasarkan banyak studi, maka frekuensi erupsi dengan VEI 6, di seluruh dunia terjadi satu kali dalam 50 tahun, VEI 7 terjadi satu kali dalam 450 tahun dan VEI 8 terjadi satu kali dalam 300.000 tahun lebih. Batas paling tinggi VEI adalah antara 8 dan 9. Erupsi Toba mungkin merupakan batas itu ( Lockwood dan Hazlett, 2010).

Perbandingan Letusan Gunung Tambora dan Gunung Toba (supervulcano)
Katastrofi Geologi adalah suatu proses geologi yang menyebabkan perubahan sangat besar bagi lingkungan bumi dan penghuninya, ditandai dengan hancurnya lingkungannya, kondisi iklim yang tidak menunjang bagi kelangsungan kehidupan, sehingga sebagian besar makhluk hidup mengalami kepunahan dalam skala besar (mass extinction). Dengan terjadinya erupsi Toba dengan skala megakolosal (VEI = 8) yang terbesar di bumi dalam 28 juta tahun terakhir, maka suatu katastrofi geologi diperkirakan telah terjadi. Kejadian ini secara definitif disebut sebagai “Teori Katastrofi Toba”.

Katastrofi Toba terjadi melalui dua cara, yaitu musim dingin vulkanik (Volcanic Winter) dan punahnya sebagian besar manusia modern saat itu (Population Bottlenecking) (Gibbons, 1993; Rampino, 1993; Ambrose, 1998). Musim dingin vulkanik terjadi bila banyak abu tersembur masuk ke dalam atmosfer. Kadar asam belerang pun memasuki atmosfer dan bila abu vulkanik terinjeksi lebih tinggi ke dalam atmosfer, maka abu vulkanik dan asam belerang tersebut akan tinggal lebih lama di dalam atmosfer. Kejadiannya bisa selama berabad-abad, bahkan ribuan tahun, lalu mereka akan menangkis dan mengubah influks energi matahari ke atmosfer bagian bawah. Manusia modern yang hidup antara 1815 – 1818 pun menderita akibat letusan Tambora. Bagaimana bila itu terjadi 74.000 tahun lalu dan berasal dari sebuah erupsi megakolosal yang puluhan kali lebih kuat dari Tambora? Mungkin benar bahwa telah terjadi suatu kepunahan massa.

Mekanisme Magma Toba Terhadap Musim Dingin

Letusan Toba 74.000 tahun yang lalu telah menghasilkan 3 milyar ton abu halus dan aerosol H2SO4 dan SO2 yang terlontar setinggi 27 – 37 kilometer menginjeksi atmosfer dan sangat signifikan mengurangi transmisi sinar matahari ke permukaan bumi (Rampino dan Self, 1992; Chesner dkk, 1991). Diperhitungkan bawah transmisi sinar matahari saat itu hanya 0,001-10%. Menurunnya daya terima sinar matahari ini telah menyebabkan temperatur menurun 3 – 5 0C. Saat itu zaman es sedang menjelang, dan letusan Toba diyakini telah mempercepat datangnya zaman es ini. Toba juga telah melepaskan sebanyak 450 milyar ton air yang naik sampai stratosfer dan dapat mengubah gas belarang yang dilontarkan Toba menjadi 1-10 milyar ton aerosol H2SO4. Posisi Toba di wilayah tropis juga membuatnya lebih efisien untuk abu dan gas dari Toba memasuki stratosfer  di kedua belahan bumi. Mengenai hal ini para ahli umumnya sepakat bahwa letusan megakolosal Toba telah memicu atau mempercepat musim dingin sesuai siklus Geologi, mereka hanya berbeda pendapat di mekanisme terjadinya musim dingin vulkanik dan tingkat penurunan temperatur, seperti yang didiskusikan oleh Oppen Heimer (2002) dan Robock dkk (2009).

Kemungkinan terjadinya penciutan populasi manusia akibat erupsi megakolosal Toba pertama kali ditemukan oleh Gibbons (1993). Pendapat ini kemudian segera di sokong oleh Rampino dan Self (1993). Teori bottleneck ini kemudian dikembangkan oleh Ambrose (1998) dan Rampino dan Ambrose (2000). Menurut para pendukung teori genetic bottleneck, antara 50.0000 – 100.000 tahun yang lalu populasi manusia mengalami penurunan yang sangat drastis, dari sekitar 100.000 individu menjadi sekitar 10.000 individu (Gibbons, 1993; Amborse, 1998). Bukti-bukti juga menunjukkan bahwa semua manusia yang hidup sekarang, meskipun sangat bervariasi, diturunkan dari populasi yang sangat kecil antara 1.000 – 10.000 pasangan sekitar 70.000 tahun yang lalu. Setelah genetic bottleneck dan pemulihan kembali, diferensiasi ras populasi manusia terjadi dengan cepat. Oleh karenanya diajukan pendapat bahwa Toba telah menyebabkan ras-ras modern berdiferensiasikan secara mendadak hanya sekitar 70.000 tahun yang lalu dari pada secara berangsur selama satu juta tahun.

Terjadi musim dingin vulkanik dan zaman es segera karena letusan Toba dapat menjawab suatu paradoks tentang asal afrika buat manusia, yaitu: bila kita semua berasal dari afrika (out of africa) mengapa kita semuanya tidak mirip afrika? Karena musim dingin vukanik dan zaman es yang segera telah mengurangi populasi sampai tingkat cukup rendah untuk meneruskan efek nenek moyang, lalu terjadi aliran genetik dan adaptasi lokal menghasilkan perubahan cepat pada populasi yang selamat, yang menyebabkan manusia-manusia di seluruh dunia terlihat begitu berbeda. Dengan kata lain, Toba telah menyebabkan ras modern manusia terdiferensiasi secara mendadak (Ambrose, 1998).

Danau Toba Warisan Geopark Kaldera Toba
Demikian beberapa aspek tentang Toba, tentang sejarah geologi, tektonik dan erupsi katastrofiknya pada 74.000 tahun yang lalu, tentang efeknya bagi iklim dunia dan akibatnya atas katastrofi biologi berupa penciutan jumlah manusia. Mengunjungi tempat-tempat dengan fenomena geo-histori di Indonesia yang menarik sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan tentang tempat tersebut. Hal ini akan semakin membuat kita takjub atas warisan geo-histori terutama yang ada di Indonesia.



Refensi: 
  1. Chesner, 2011. The Toba Caldera  Complex.
  2. Chesner dkk, 1999. Eruptive History of Earth's Largest Quaternary Caldera (Toba, Indonesia) Clarified
  3. Rampino & Self, 1992. Volcanic Winter and Accelerated Glaciation and Following The Toba Super Eruption
  4. Geo Magazine Volume 2 Nomor 4, Desember 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar