Senin, 31 Agustus 2015

Situs Geologi Geopark Kaldera Toba (1)

Erupsi Kaldera Toba pada 74.000 tahun yang lalu merupakan erupsi kaldera terbesar sejak 2 juta tahun belakangan, meninggalkan jejak berupa danau vulkanik terbesar di dunia dengan ukuran panjang  100 kilometer dan lebar  30 kilometer. Erupsi ini dikenal sebagai supervolcano yang mempunyai intensitas letusan mencapai 8,8 VEI (Volcanic Explosivity Index), menyemburkan sekitar 2.800 km3 magma, merupakan erupsi gunung api yang terbesar selama periode Kuater (sejak 2 juta tahun yang lalu).
Produksi erupsi supervolcano Toba menutupi sebagian besar wilayah Sumatera Utara, dan endapan abu letusannya menyelimuti sebagian besar Asia Tenggara, termasuk anak benua India. Abu halus dan aerosol asam sulfat hasil erupsi ini tertahan untuk beberapa tahun di atmosfer (stratosfer), menghalangi radiasi sinar matahari ke bumi, sehingga mempengaruhi iklim pada belahan bumi tertentu dalam kurun waktu terbatas, dimana dampaknya sangat berpengaruh pada kehidupan floran dan fauna secara global.
Mengacu pada kajian dan penelitian tentang Kaldera Toba, sebaran dan identifikasi singakapan batuan, situs-situs geologi Kaldera Toba dikelompokkan menjadi 4 (empat) Geoarea dengan mempertimbangkan kondisi geografisnya, yaitu Kaldera Porsea, Kaldera Haranggaol, Kaldera Sibandang dan Geoarea Pulau Samosir.

1.   Geoarea Kaldera Porsea
Daerah ini merupakan bagian dari jejak pembentukan Kaldera Toba generasi pertama (900.000 tahun yang lalu) yang mencakup kawasan seluas 1.220 km2 yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Toba Samosir dan Tapanuli Utara.
Di dalam kawasan ini terdapat situs-situs geologi yang berkaitan dengan jejak proses runtuhan Kaldera Porsea, yang ditandai oleh terdapatnya batuan dasar, baik yang berumur Paleozoik (meta-sedimen ‘pebbly mud-stone, yang berada di komplek Taman Eden) maupun Mesozoikum (batu gamping, yang berada di Sibaganding), dan produk erupsi kaldera (OTT dan YTT) serta struktur geologi yang berhubungan dengan kaldera runtuhan (blok Uluan, dan lain-lain).
Panorama bentang alam satuan batu gamping formasi Sibaganding yang berumur Mesozoik, terletak di tepi timur Danau Toba tepatnya pada ruas jalan lintas Parapat – Medan, tersusun oleh batu gamping packstone, glokonitik grainstone, perselingan batu lumpur – batu pasir dan konglomerat (kiri), dan karstifikasi dari batu gamping yang teramati dari arah Danau Toba yang dikenal sebagai ‘batu gantung’.

a. Sibaganding Mesozoic Limestone

Batu gamping Sibaganding merupakan bagian dari satuan batuan formasi Sibaganding yang mempunyai kisaran umur dari Kapur (Mesozoikum).


Panorama Bentang Alam Satuan Batugamping




Karstifikasi Batugamping, Batu Gantung


b.  Oldest Tuff Toba (OTT)
Batuan Tufa Toba Tertua (OTT) yang tersingkap di kawasan Pertamina Cottage adalah batuan ignimbrite yang terbalaskan, yang merupakan produk dari erupsi Kaldera Porsea. Satuan batuan ini dijumpai di sekitar semenanjung Uluan dan pada lereng-lereng terjal pada tepi Danau Toba. Batuan Tufa Termuda (YTT) terdapat menyelimuti seluruh ketinggian terutam pada plateu dinding kalderea, sedangkan pada bagian dalam kaldera tidak dijumpai endapan YTT kecuali di kawasan blok Uluan.


Endapan Tuff Toba Terlaskan

c. Batu Basiha

Batu Basiha merupakan batuan andesit hasil pendinginan magma yang mengalir pada saat terjadinya letusan Kaldera Toba dan membeku di permukaan membentuk lava kolom. Dalam pengusulan Georpark Kaldera Toba ke UNESCO batu Basiha ini turut dijadikan sebagai bukti sejarah terjadinya letusan Kaldera Toba.


Singkapan Batuan Dasar Meta Sedimen yang Tersingkap pada Tebing Air Terjun
(Taman Eden)


Panorama Balige

Minggu, 30 Agustus 2015

Potensi Keragaman Geologi Kaldera Toba

Potensi keindahan alam Danau Toba sebagai kaldera hasil Volcano-tectonic terbesar di dunia merupakan aset pariwisata yang penting di Indonesia dan memiliki nilai warisan dunia yang harus di konservasi baik untuk keperluan pendidikan dan pengembangan perekonomian rakyat setempat melalui kegiatan kepariwisataan. Diharapkan dengan icon geopark yang melekat pada Danau Toba ini ke depan, kunjungan wisatawan ke Sumatera Utara secara umum dan Danau Toba secara khusus meningkat secara signifikan. 


Danau Toba Yang Kaya Dengan Keragamannya
Sumber

Kawasan yang diusulkan menjadi Geopark Kaldera Toba mencakup 7 (tujuh) wilayah kabupaten, yaitu kabupaten: Simalungun (Parapat, Tiga Ras, Haranggaol), Toba Samosir (Taman Eden dan sekitarnya), Samosir (Pulau Samosir, Pusuk Buhit, Tele), Tapanuli Utara (Muara, Tapian Nauli), Humbang Hasundutan (Bakkara, Tipang), Karo (Tongging, Sipisopiso), dan Dairi (Silalahi). Deliniasi kawasan Geopark Kaldera Toba ini diusulkan di bagi dalam beberapa geoarea dengan didasarkan kepada pendekatan teknis lokasi kaldera yang merupakan pusat letusan yang membentuk Danau Toba seperti sekarang ini, meliputi: 
  • Geoarea Parapat dan sekitarnya mewakili Kaldera Porsea (terbentuk akibat letusan 800.000 tahun yang lalu),
  • Geoarea Haranggaol dan sekitarnya mewakili Kaldera Haranggaol (terbentuk akibat letusan 500.000 tahun yang lalu),
  • Geoarea Muara-Bakkara dan sekitarnya mewakili Kaldera Sibandang (terbentuk akibat letusan 74.000 tahun yang lalu) dan 
  • Geoarea Samosir dan Pusuk Buhit mewakili bukit up doming (pengangkatan Pulau Samosir dari dasar danau ke permukaan akibat sisa energi yang terdapat pada magma bawah permukaan bumi setelah letusan 74.000 tahun yang lalu). 
Masing-masing sudut geoarea ini memiliki karakter dan keunikannya sendiri baik dari sisi keanekaragaman geologi, budaya dan biologinya. Semua yang diwariskan dari Erupsi Kaldera Toba 74.000 tahun yang lalu kini menjadi suatu aset yang sangat berharga yang perlu untuk di konservasi dan diberdayakan secara berkesinambungan sebagai salah satu saksi bisu kisah perjalanan peradaban manusia di permukaan bumi yang pernah terjadi di masa lalu. Dengan memperhatikan kepada 3 (tiga) aspek keragaman yang diwariskan dari Kaldera Toba, yakni geologi, hayati dan budaya, pengembangan kawasan ini perlu dipadukan secara sinergi dengan 3 (tiga) prinsip dalam konsep pengembangan geopark : konservasi, edukasi dan pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal berbasis geowisata.

Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014 maka Danau Toba dan sekitarnya resmi ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut pandang kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan yang meliputi badan danau, daerah tangkapan air dan cekungan air tanah yang terkait dengan perairan danau toba, serta pusat kegiatan dan jaringan prasarana yang tidak berada di badan danau, daerah tangkapan air dan cekungan air tanah yang terkait dengan perairan Danau Toba dan mendukung pengembangan perairan Danau Toba. Perwujudan Danau Toba sebagai suatu Kawasan Strategis Nasional juga harus mendapat dukungan yang kuat dari kabupaten yang ada di sekitar Kawasan Danau Toba untuk bersinergi dalam pembangunan Kawasan Danau Toba. 

Apabila kita perhatikan, konsep dari pengembangan Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Nasional ini sejalan dengan penetapan Kaldera Toba sebagai Geopark Nasional yang salah satunya mengusung prinsip konservasi. Hal ini akan semakin memperkuat posisi Danau Toba apabila dapat menjadi anggota Global Geopark Network UNESCO sekaligus dapat mengangkat kembali Danau Toba dan sekitarnya sebagai bagian dari Geopark Kaldera Toba menjadi Geowisata bertaraf Internasional. 

Sabtu, 29 Agustus 2015

Kondisi Danau Toba

Danau Toba merupakan sebuah danau terbesar di Asia Tenggara dan termasuk danau terdalam di dunia. Danau Toba ini terletak di Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 70 kilometer sebelah selatan Kota Medan. Danau Toba merupakan kawah dari gunung api vulkanik yang terbentuk dari letusan Gunung Toba yang merupakan letusan terbesar di dunia dalam 28 juta tahun terakhir, bahkan mungkin yang terbesar dalam sejarah bumi yang kita ketahui, sehingga Danau Toba ini merupakan danau vulkanik terbesar di dunia.

Danau Toba memiliki ukuran panjang mencapai 100 kilometer dan lebar 30 kilometer dengan titik terdalam 529 meter di sebelah Utara dekat Haranggaol. Luas perairan Danau Toba mencapai 1.130 km2, tidak termasuk Pulau Samosir yang memiliki luas 647 km2 dan pulau-pulau kecil lainnya. Tebing-tebing curam yang mengelilingi Danau Toba yang mencapai ketinggian 400 – 1.220 m ini diyakini sebagai bidang sesar saat terjadi pembentukan kawah vulkanik Toba akibat runtuhan pasca terjadinya letusan Gunung Toba.

Sungai yang berada disekitar kawasan sebagai sumber air Danau Toba
Danau Toba mendapatkan airnya dari sungai-sungai berukuran sedang dan kecil dengan luas wilayah aliran (catchment area) sebesar 3.700 km2. Disamping itu air juga berasal dari air hujan dengan curah hujan rata-rata 2.264 mm/tahun. Pengeluaran air Danau Toba terjadi di bagian selatannya melalui Sungai Asahan. Fluktuasi muka danau sat ini adalah 1,5 meter, tingkat keasaman air 7,0 – 8,4 pH, tingkat penguapan 15,8 cm/tahun, suhu air 25 0C dan suhu udara 19,1 – 21,2 0C (Hehanusa, 2000).

Hasil survey Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara bahwa tahun 2007 terdapat sebanyak 205 sungai yang bermuara ke Danau Toba dengan rincian sebanyak 63 sungai berasal dari Pulau Samosir dan 142 sungai berasal dari daratan Pulau Sumatera.  sebagian besar sungai yang bermuara ke Danau Toba adalah sungai yang bersifat intermitten, yaitu sungai yang hanya berair pada saat hujan saja. Karena banyakanya sungai yang hanya berair pada saat hujan, maka data yang lain menyebutkan bahwa jumlah sungai yang masuk ke Danau Toba adalah sebanyak 289 sungai. Sebanyak 112 sungai berasal dari Pulau Samosir dan catchment area lainnya sebanyak 177 sungai. Dari 289 sungai itu, 57 diantaranya mengalirkan air secara tetap dan sisa 232 sungai lagi adalah sungai musiman (intermitten).



Ketinggian air Danau Toba pernah mencapai 1.150 meter, namun saat ini  ketinggian air Danau Toba berada pada level 905 meter. Hal ini disebabkan air Danau Toba memotong lembah baru yang tersusun dari tuff (lapisan batuan yang terbentuk dari debu vulkanis yang terpadatkan) di bagian selatan danau dan bersatu dengan lembah Sungai Asahan (Van Bemmelen, 1949).

Di tengah Danau Toba ini terdapat sebuah pulau yang terkenal dengan nama Pulau Samosir. Pulau ini merupakan bagian puncak gunung api Toba yang ikut runtuh ke dalam kawah ketika terjadi pembentukan kawah Toba, kemudian terangkat kembali (resurgent cauldron). Pulau Samosir memiliki ukuran panjang 45 kilometer dan lebar 20 kilometer. Pulau ini merupakan semenanjung yang disambungkan oleh tanah genting (isthmus) sepanjang 200 meter dengan wilayah di sebelah barat Danau Toba. Tahun 1906 Belanda membangun kanal di tanah genting ini sehingga Samosir menjadi sebuah pulau.

Lokasi kanal yang dibangun belada di tanah genting (tano ponggol) 
Bagian timur Pulau Samosir sangat curam dengan kawasan pantai yang sempit dan langsung naik ke bukit-bukit Plato Samosir (plato: dataran tinggi luas dengan permukaan datar dan dikelilingi tebing yang curam) di bagian tengah pulau dengan titik tertinggi 780 meter di atas permukaan danau. Sedangkan ke arah barat dan selatan lereng plato terbilang landai. Plato Samosir hampir gersang dengan hutan-hutan kecil tersebar di beberapa tempat, rawa-rawa dan beberapa danau kecil, yang terbesar diantaranya bernama Danau Sidihoni. Danau Sidihoni terletak di Kecamatan Pangururan. Danau Sidihoni yang berada di Pulau Samosir ini disebut juga sebagai danau di atas danau. 

Danau Sidihoni 

Danau Sidihoni ini dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk sebagai sumber air, penambakan ikan dan untuk mengetahui musim kemarau. Terbatasnya sarana prasarana transportasi membuat obyek wisata ini jarang dikunjungi oleh wisatawan.

Warisan Geologi Kaldera Toba

Warisan geologi merupakan dasar dari pengembangan Taman Bumi (Geopark), yang mana Danau Toba merupakan warisan geologi dari Kawasan Kaldera Toba yang merupakan kaldera sangat besar dengan ukuran 30 hingga 100 km. Tinggi reliefnya mencapai 1.700 meter dan kaldera ini terbentuk dalam beberapa letusan.

Pengukuran endapan-endapan vulkanik beraupa tuf di sekitar Danau Toba menunjukkan bahwa Gunung api Toba ternyata telah meletus beberapa kali. Paling tua di ketahui dari Tuf Dasit Haranggaol 1,2 juta tahun lalu (Chesner dkk, 1991), kemudian terjadi juga letusan pada 840.000 tahun yang lalu (Diehl dkk, 1987), 501.000 tahun yang lalu (Chesner dkk, 1991), dan letusan terbesar adalah yang terjadi pada 74.000 tahun yang lalu. Berdasarkan umur letusannya, Chesner dkk (1991) memperkirakan daur letusan besar terjadi setiap 340.000 sampai 430.000 tahun sekali. 

Ilustrasi Kedahsyatan Letusan Gunung Toba

Tiga letusan/erupsi gunung api terbesar di dunia pada zaman prasejarah maupun sejarah terjadi di Indonesia, yaitu erupsi Mega – Kolosal Toba 74.000 tahun yang lalu, erupsi Tambora 1815 M, dan erupsi Krakatau 1883 M. Letusan Tambora melontarkan materaial sebanyak 160 km3, menewaskan 91.000 orang. Letusan Krakatau melontarkan material 18 km3, menewaskan 36.000 orang terutama akibat tsunami yang dibangkitkan oleh material susulan. Sementara Toba jauh di atas itu, yang melontarkan  2.800 km3 material dan mungkin menewaskan 90% penduduk bumi saat itu (Ambrose, 1998). 

Untuk mengukur kekuatan ledakan gunung api, para ahli gunung api telah mengembangkan parameter VEI, Volcanic Explosivity Index. Dari kriteria tersebut, maka erupsi Krakatau 1883 M berada pada VEI = 6 (paroxysmal), Tambora 74.000 tahun yang lalu pada VEI = 8(megacolosal). Berdasarkan banyak studi, maka frekuensi erupsi dengan VEI 6, di seluruh dunia terjadi satu kali dalam 50 tahun, VEI 7 terjadi satu kali dalam 450 tahun dan VEI 8 terjadi satu kali dalam 300.000 tahun lebih. Batas paling tinggi VEI adalah antara 8 dan 9. Erupsi Toba mungkin merupakan batas itu ( Lockwood dan Hazlett, 2010).

Perbandingan Letusan Gunung Tambora dan Gunung Toba (supervulcano)
Katastrofi Geologi adalah suatu proses geologi yang menyebabkan perubahan sangat besar bagi lingkungan bumi dan penghuninya, ditandai dengan hancurnya lingkungannya, kondisi iklim yang tidak menunjang bagi kelangsungan kehidupan, sehingga sebagian besar makhluk hidup mengalami kepunahan dalam skala besar (mass extinction). Dengan terjadinya erupsi Toba dengan skala megakolosal (VEI = 8) yang terbesar di bumi dalam 28 juta tahun terakhir, maka suatu katastrofi geologi diperkirakan telah terjadi. Kejadian ini secara definitif disebut sebagai “Teori Katastrofi Toba”.

Katastrofi Toba terjadi melalui dua cara, yaitu musim dingin vulkanik (Volcanic Winter) dan punahnya sebagian besar manusia modern saat itu (Population Bottlenecking) (Gibbons, 1993; Rampino, 1993; Ambrose, 1998). Musim dingin vulkanik terjadi bila banyak abu tersembur masuk ke dalam atmosfer. Kadar asam belerang pun memasuki atmosfer dan bila abu vulkanik terinjeksi lebih tinggi ke dalam atmosfer, maka abu vulkanik dan asam belerang tersebut akan tinggal lebih lama di dalam atmosfer. Kejadiannya bisa selama berabad-abad, bahkan ribuan tahun, lalu mereka akan menangkis dan mengubah influks energi matahari ke atmosfer bagian bawah. Manusia modern yang hidup antara 1815 – 1818 pun menderita akibat letusan Tambora. Bagaimana bila itu terjadi 74.000 tahun lalu dan berasal dari sebuah erupsi megakolosal yang puluhan kali lebih kuat dari Tambora? Mungkin benar bahwa telah terjadi suatu kepunahan massa.

Mekanisme Magma Toba Terhadap Musim Dingin

Letusan Toba 74.000 tahun yang lalu telah menghasilkan 3 milyar ton abu halus dan aerosol H2SO4 dan SO2 yang terlontar setinggi 27 – 37 kilometer menginjeksi atmosfer dan sangat signifikan mengurangi transmisi sinar matahari ke permukaan bumi (Rampino dan Self, 1992; Chesner dkk, 1991). Diperhitungkan bawah transmisi sinar matahari saat itu hanya 0,001-10%. Menurunnya daya terima sinar matahari ini telah menyebabkan temperatur menurun 3 – 5 0C. Saat itu zaman es sedang menjelang, dan letusan Toba diyakini telah mempercepat datangnya zaman es ini. Toba juga telah melepaskan sebanyak 450 milyar ton air yang naik sampai stratosfer dan dapat mengubah gas belarang yang dilontarkan Toba menjadi 1-10 milyar ton aerosol H2SO4. Posisi Toba di wilayah tropis juga membuatnya lebih efisien untuk abu dan gas dari Toba memasuki stratosfer  di kedua belahan bumi. Mengenai hal ini para ahli umumnya sepakat bahwa letusan megakolosal Toba telah memicu atau mempercepat musim dingin sesuai siklus Geologi, mereka hanya berbeda pendapat di mekanisme terjadinya musim dingin vulkanik dan tingkat penurunan temperatur, seperti yang didiskusikan oleh Oppen Heimer (2002) dan Robock dkk (2009).

Kemungkinan terjadinya penciutan populasi manusia akibat erupsi megakolosal Toba pertama kali ditemukan oleh Gibbons (1993). Pendapat ini kemudian segera di sokong oleh Rampino dan Self (1993). Teori bottleneck ini kemudian dikembangkan oleh Ambrose (1998) dan Rampino dan Ambrose (2000). Menurut para pendukung teori genetic bottleneck, antara 50.0000 – 100.000 tahun yang lalu populasi manusia mengalami penurunan yang sangat drastis, dari sekitar 100.000 individu menjadi sekitar 10.000 individu (Gibbons, 1993; Amborse, 1998). Bukti-bukti juga menunjukkan bahwa semua manusia yang hidup sekarang, meskipun sangat bervariasi, diturunkan dari populasi yang sangat kecil antara 1.000 – 10.000 pasangan sekitar 70.000 tahun yang lalu. Setelah genetic bottleneck dan pemulihan kembali, diferensiasi ras populasi manusia terjadi dengan cepat. Oleh karenanya diajukan pendapat bahwa Toba telah menyebabkan ras-ras modern berdiferensiasikan secara mendadak hanya sekitar 70.000 tahun yang lalu dari pada secara berangsur selama satu juta tahun.

Terjadi musim dingin vulkanik dan zaman es segera karena letusan Toba dapat menjawab suatu paradoks tentang asal afrika buat manusia, yaitu: bila kita semua berasal dari afrika (out of africa) mengapa kita semuanya tidak mirip afrika? Karena musim dingin vukanik dan zaman es yang segera telah mengurangi populasi sampai tingkat cukup rendah untuk meneruskan efek nenek moyang, lalu terjadi aliran genetik dan adaptasi lokal menghasilkan perubahan cepat pada populasi yang selamat, yang menyebabkan manusia-manusia di seluruh dunia terlihat begitu berbeda. Dengan kata lain, Toba telah menyebabkan ras modern manusia terdiferensiasi secara mendadak (Ambrose, 1998).

Danau Toba Warisan Geopark Kaldera Toba
Demikian beberapa aspek tentang Toba, tentang sejarah geologi, tektonik dan erupsi katastrofiknya pada 74.000 tahun yang lalu, tentang efeknya bagi iklim dunia dan akibatnya atas katastrofi biologi berupa penciutan jumlah manusia. Mengunjungi tempat-tempat dengan fenomena geo-histori di Indonesia yang menarik sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan tentang tempat tersebut. Hal ini akan semakin membuat kita takjub atas warisan geo-histori terutama yang ada di Indonesia.



Refensi: 
  1. Chesner, 2011. The Toba Caldera  Complex.
  2. Chesner dkk, 1999. Eruptive History of Earth's Largest Quaternary Caldera (Toba, Indonesia) Clarified
  3. Rampino & Self, 1992. Volcanic Winter and Accelerated Glaciation and Following The Toba Super Eruption
  4. Geo Magazine Volume 2 Nomor 4, Desember 2012


Menanti Kaldera Toba Menuju Geopark Dunia

Sebagaimana yang telah diulas sebelumnya bahwa Geopark atau taman bumi merupakan pola pengembangan kawasan secara berkelanjutan dengan memadukan tiga keragaman secara serasi : Geologi, Hayati dan Budaya. Tujuan yang diharapkan dari konsep Geopark ini adalah membangun dan mengembangkan ekonomi masyarakat lokal dengan tetap memperhatikan tiga keragaman tersebut. Untuk menjamin ketiga nilai tersebut dapat diterapkan pada kawasan tersebut, maka rencana geopark untuk pengembangan kawasan itu harus diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang wilayah pada daerah yang berada di kawasan tersebut.

Geopark merupakan konsep konservasi geologi yang sangat baik, karena dapat mencakup seluruh komponen ruang serta mampu mengintegrasikan seluruh sumber daya alam yang ada disekitar lokasi yang memiliki keunikan geologi. Selain bertujuan untuk melestarikan melindungi, konsep ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di lokasi kawasan geopark tersebut.

Sebagai bahan pembanding bagi kita, dapat kita lihat gambaran pada Geopark Yun Tai Shan di China yang bergabung sebagai anggota GGN (Global Geopark Network) pada tahun 2004. Geopark Yun Tai Shan dikunjungi sekitar 200.000 wisatawan. Adanya kunjungan wisatawan ini mampu menghasilkan devisa US$ 3 juta. Dengan bergabungnya Geopark Yun Tai Shan dengan GGN ternyata mampu meningkatkan kunjungan wisatawan menjadi 1,25 juta wisatawan yang ternyata dapat menghasilkan devisa mencapai US$ 90 juta. Dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak bergabung, telah dibangun sebanyak 400 hotel dan restoran baru serta 250 penginapan keluarga. Hingga saat ini Geopark Yun Tai Shan telah mampu menyerap lapangan kerja lokal dan mempekerjakan sekitar 5.000 orang dengan nilai investasi proyek dalam pengembangan kawasan tersebut senilai US$ 150 juta.

Danau diantara dua pegunungan

Berkaca dari Geopark Yun Tai Shan, tentu kita dapat mengmbil nilai positif dalam rangka membangun kaldera toba secara konstruktif. Kegiatan pengembangan Potensi Geodiversity di Kawasan Danau Toba dilaksanakan di 7 (tujuh) Kabupaten Kawasan Danau Toba yang melipti Kabupaten : Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi dan Karo. Untuk pemanfaatan ini telah dilakuan koordinasi baik antara 7 (tujuh) Kabupaten Kawasan Danau Toba termasuk stake holder pemangku kepentingan yang lain, dan Gubernur Sumatera Utara telah membentuk dan menandatangani SK Nomor 188.44/404/KPTS/2013 tanggal 26 Juni 2013 tentang Tim Percepatan Pengajuan Geopark Kaldera Toba menjadi anggota GGN UNESCO.

Geopark Kaldera Toba yang sangat indah penuh potensi 
Semua pihak dan seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang berada di kawasan Danu Toba berharap agar Kaldera Toba dapat bergabung menjadi anggota GGN UNESCO dan segera terwujud Geopark Kaldera Toba dengan harapan yang besar untuk dapat melindungi dan melestarikan baik budaya dan kearifan lokal maupun keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Senin, 24 Agustus 2015

Kaldera Toba - Warisan Dunia dengan Danau Kaldera Terbesar


Geopark yang dengan pengertian lain disebut sebagai Taman Geologi, merupakan suatu konsep yang diperkenalkan oleh salah satu lembaga PBB yang kita kenal dengan nama UNESCO pada tahun 2004. Geopark ini dibuat dengan tujuan untuk melindungi suatu kawasan lindung berskala nasional dengan kekayaan warisan geologi yang memiliki suatu yang unik atau khas dan memiliki nilai estetika yang dapat dikembangkan dalam konsep manajemen kawasan yang padu dan serasi (terintegrasi) antara geo area dengan flora dan fauna serta budaya yang akan dikelola dengan tiga pilar utama, yaitu konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Hal ini juga merupakan model dan instrumen di dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Berdasarkan definisi geopark tersebut, kita teringat pada Danau Toba di Sumatera Utara yang merupakan satu dari sekian banyaknya warisan dunia yang sarat dengan berbagai keindahan serta kandungan lokal yang terdapat didalamnya. Tahun 2011 nama geopark diusulkan dengan nama Geopark Toba, namun mengingat yang bernilai warisan dunia adalah peninggalan dari letusan super volcano Toba yang berdampak global berupa terbentuknya Danau Toba, yang tiada lain adalah suatu Kaldera Kuarter terbesar di dunia, maka pada tahun 2013 diusulkan geopark tersebut dengan nama Geopark Kaldera Toba dan ditetapkan dengan terbentuknya Tim Percepatan Pengajuan Geopark Kaldera Toba menjadi anggota dalam Global Geoparks Networking (GGN) UNESCO, yang dituangkan dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/404/KPTS/2013 tanggal 26 Juni 2013. Geopark Kaldera Toba mengusung Tema Gunung api (Supervolcano) dengan keunikan sebagai kaldera Volcano-Tectonic-Quarter terbesar di dunia. Kawasan ini mencakup 7 (tujuh) kabupaten yang mempunyai pantai di Danau Toba yang dibatasi oleh kaldera rim, terdiri dari Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Simalungun. Geopark Kaldera Toba telah dikukuhkan sebagai Georpak Nasional pada tanggal 7 Oktober 2013 dan telah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 2014.

Geo Area Kaldera Toba
Ada suatu harapan dibalik penantian bergabungnya Geopark Kaldera Toba yang merupakan warisan dunia menjadi anggota Global Geoparks Networking (GGN) UNESCO tentu akan memberikan dampak yang sangat positif yang akan menjadikan Geopark Kaldera Toba sebagai destinasi pariwisata internasional. Hal ini tentu akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar Danau Toba dan tentu saja juga meningkatkan perekonomian Nasional. Sebab  program Global Geoparks Networking bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah suatu kawasan bertaraf internasional, menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan Kaldera Geopark Toba yang selain kaya akan situs geologi, juga kaya akan keanekaragaman hayati, situs megalithikum dan budaya masyarakat lokal yang mempunyai nilai jual tinggi sebagai daya tarik Geopark Kaldera Toba.

1. Situs Geologi    
Aek Sipangolu - Bakkara
Dampak letusan hebat dari kaldera toba ternyata menghasilkan berbagai macam situs geologi yang terbentuk dalam proses alami pasca letusan hebantya. Setidaknya 45 geosite (situs geologi) yang akan dikonservasi telah dipilih untuk diajukan ke UNESCO dalam rangka pengajuan status Geopark Kaldera Toba masuk dalam Global Geoparks Networking (GGN). Geosite tersebut tesebar di Samosir, Haranggaol, Tongging, Bakkara, Sianjur Mula-Mula, Pusuk Buhit, Aek Sipangolu, Batu Gantung, Batu Bahisa, Air Terjun Sipiso-Piso dan lainnya.

2. Situs Keanekaragaman Hayati
anggrek batak

Dari sisi botanicalnya, banyak terdapat jenis flora yang tumbuh dan berkembang disekitar kaldera toba. Hal ini merupakan anugerah yang dihasilkan, dimana flora yang tumbuh merupakan flora yang bertahan dan menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya. Dan diantara sekian banyak keragaman hayati yang ada di Geopark Kaldera Toba  diantaranya terdapat di Kebun Raya Samosir, Botanical Garden Taman Eden dan Monkey Forest Sibaganding yang dikelola dan menjadi perhatian pemerintah daerah setempat.

3. Situs Budaya 
Rumah Adat Batak Toba

Pasca kejadian letusan gunung kaldera yang cukup dahsyat dan melegenda tersebut telah melahirkan peradaban baru bagi kehidupan manusia setelahnya. Manusia yang ada dan menempati situs kaldera ini bertahan hidup dan membentuk suatu budaya sebagai manusia yang bersosial dan tidak bisa hidup secara individual. Budaya yang terdapat di Kawasan Geopark Kaldera Toba mencakup budaya masa kini dengan mencirikan aktifitas yang dihasilkan oleh manusia modern dan budaya masa lalu yang ditinggalkan oleh manusia prasejarah. Terbentuknya marga dan silsilah masyarakat batak, ulos yang dihasilkan dalam kelengkapan pakaian dan adat, tarian, rumah adat dan peninggalan megalithikum merupakan beberapa budaya yang dapat kita jumpai di Kawasan Geopark Kaldera Toba.

Kita semua berharap semoga Geopark Kaldera Toba segera terwujud demi kemajuan kawasan serta masyarakat lokal yang berdiam didalamnya serta kelestarian warisan dunia yang harus terjaga untuk keberlangsungan kehidupan generasi penerus di masa yang akan datang.